Surabaya-Persiapan untuk ke Bali sudah dimulai sejak seminggu yang lalu untuk memenuhi janji mengunjungi event Mayungan Agro Festival di kampung halaman bersama kawan-kawan. Motor di tune up, ban diganti tubeless, dan oli diganti menjelang berangkat untuk menghindari masalah di jalan. Dengan beban sekitar 20 kg di dalam ransel, dan beban motor 1.3 kwintal jadilah riding dengan total beban 1.5 kwintal. Hmm, lumayan berat juga.
Perjalanan panjang pertamaku tepatnya. Tepat tanggal 17 Agustus 2012 jam 6:30 WIB perjalanan dimulai tentunya setelah mengamankan rumah dan menitipkannya ke tetangga. Cuaca cukup bersahabat, langit cerah dan perjalanan dimulai dengan target check point pertama di Pantai Bentar. Jalanan cukup bagus dan lalu lintas tidak padat karena arus mudik sudah mulai berkurang dari posisi di seputaran Surabaya dan sekitarnya.
Jalanan yang lengang tak urung membuat tangan gatal untuk menarik grip gas lebih dalam terutama pada jalur-jalur panjang dengan alasan lebih aman, karena boncenger yang tak lain istri selalu mengingatkan agar tidak lebih dari 100 kpj, tapi sesekali dilewati juga. Masuk Probolinggo kita dimanjakan oleh pedagang mangga di pinggir jalan dan juga hamparan tanaman tembakau. Sesekali aroma lembut tembakau yang dijemur masih tercium oleh hidung yang tertutup masker kain. Bunga-bunga tembakau yang belum dipetik (bunga tembakau biasanya tidak dibiarkan tumbuh lama agar nutrisinya lebih banyak ke daun) menghias kebun-kebun tembakau dengan indahnya.
Memasuki kota-kota disana-sini suasana upacara tujuhbelasan dilaksanakan dengan khidmat oleh masyarakat, pegawai negeri, anak-anak sekolah, polisi, dan militer. Sayang sekali saya tidak melihat acara-acara lomba khas tujuhbelasan, mungkin sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya. Sekitar jam 9:30 WIB kami tiba di Pantai Bentar di posko Bale Honda, sapaan selamat datang bagi setiap pengunjung yang beristirahat. Saat itu tidak banyak pengemudi, dan saya pun ditawari pijat listrik oleh Pak Jahja yang sehari-hari praktek di Ahass Mulyosari Surabaya.Setruman listrik yang mengalir dari tangan Pak Jahja mengendorkan otot-otot yang tegang disertai sesekali teriakan kesakitan ketika listrik yang menyengat keras pada area yang sakit. Tapi lumayan setelahnya pegal-pegal jadi berkurang, dan kami pun meneruskan perjalanan setelah dibekali souvenir. Target kedua kami adalah Situbondo menuju rumah saudara dari boncenger. Perjalanan tidak memakan waktu lama sekitar jam 12 kurang, kami telah tiba di Situbondo untuk mengisi perut dan beristirahat sambil berangjangsana ke sanak saudara.
Pukul 14:00 WIB kami melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Ketapang dan makan sore di Men Tempeh Gilimanuk. Memasuki hutan Baluran kerap disebut Alas Jati, trek yang semula cenderung lurus mulai berkelok-kelok dan cukup menantang untuk ditaklukan. Grip ban tubeless terasa lekat di aspal, tiada goyangan atau lemparan. Di kiri kanan pohon jati tampak meranggas akibat kemarau sebagai salah satu cara alami pohon jati untuk mengurangi penguapan agar tetap bertahan dalam kekeringan. Raungan knalpot si macan revo seakan menyadarkan saya ternyata karakter macan ini berbeda dengan pendahulunya. Karakternya kalau riding lambat,ya lambat sekalian, kalau ngebut tidak usah ragu menarik kencang grip gas, sedikit kasar tapi karakter aslinya kelihatan. Handling tikungan dengan ground clearance si macan cukup bagus untuk melalap tikungan.
Pelabuhan Ketapang sore itu cukup lengang, tidak perlu menunggu lama kapal pun berangkat menyeberangi Selat Bali. Memandangi biru air laut dan keindahan perbukitan di dua sisi pulau Jawa dan Bali seakan melepaskan penat dan pegal. Begitu memasuki gerbang gilimanuk seperti biasa kita harus diperiksa kelengkapan surat-surat baik SIM, STNK, maupun KTP untuk alasan keamanan. Sayang sekali target saya untuk makan ayam betutu khas Gilimanuk (Men Tempeh) buyar karena sudah tutup. Akhirnya kami berdua memutuskan untuk langsung tancap ke arah Tabanan. Tampak barisan kendaraan yang mudik ke Jawa masih mengular hingga kilometer 10-15 di hutan Taman Nasional Bali Barat.
Kami berhenti di Bale Honda desa Cekik Negara untuk mengecek kondisi motor kembali sambil makan di resto dengan menu ikan laut bakar plus sambal lalap. Tepat pukul 21:00 WITA kami tiba di kampung halaman. What a ride, kami menempuh 480 km dengan total waktu tempuh sekitar 15 jam, biaya pertamax Rp 80.000, dan biaya penyeberangan Rp 17.000 . (bersambung)
- Mengunjungi Mayungan
- Koleksi foto wayanbudi, wayan dwitanaya